1. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
(“UU 13/1985”), fungsi atau hakikat utama Bea Meterai adalah pajak
dokumen yang dibebankan oleh negara untuk dokumen-dokumen tertentu.
Surat pernyataan atau perjanjian yang tidak dibubuhkan meterai tidak
membuat pernyataan atau perjanjian tersebut menjadi tidak sah. Akan
tetapi, jika Anda memang bermaksud untuk menjadikan surat pernyataan
atau perjanjian tersebut sebagai alat bukti di pengadilan, maka harus
dilunasi Bea Meterai yang terutang.
2. Seperti
yang telah kami jelaskan sebelumnya bahwa surat pernyataan tetap sah
walaupun tidak dibubuhi meterai. Akan tetapi, karena surat tersebut akan
digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, maka dikenakan Bea Meterai
sebagai pajak dokumen. Surat pernyataan yang belum dibubuhi meterai
tetapi ingin diajukan sebagai alat bukti di pengadilan, maka pelunasan
Bea Meterai dilakukan dengan Pemeteraian Kemudian.
Menurut Pasal 1 huruf a Kepmenkeu No. 476/KMK.03/2002 Tahun 2002 tentang Pelunasan Bea Meterai dgn Cara Pemeteraian Kemudian (“Kepmenkeu 476/2002”), pemeteraian kemudian dilakukan atas dokumen
yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai
alat pembuktian di muka pengadilan. Pemeteraian kemudian juga dilakukan
atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia
(Pasal 1 huruf c Kepmenkeu 476/2002).
Pemeteraian
kemudian wajib dilakukan oleh pemegang dokumen dengan menggunakan
Meterai Tempel atau Surat Setoran Pajak dan kemudian disahkan oleh
Pejabat Pos (Pasal 2 ayat [1] dan [2] Kepmenkeu 476/2002).
Besarnya Bea Meterai yang harus dilunasi adalah sebesar Bea Meterai yang
terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian
kemudian dilakukan (Pasal 3 huruf a Kepmenkeu 476/2002).
Jadi,
kekuatan pembuktian surat pernyataan yang tidak dibubuhi Meterai tetapi
akan dijadikan alat bukti di pengadilan, memiliki kekuatan pembuktian
yang sama dengan surat pernyataan yang telah bermeterai. Namun, untuk
dapat dijadikan alat bukti, harus memenuhi syarat administratif yaitu
melunasi Bea Meterai yang terutang.
3. Kami
kurang memahami yang Anda maksud sebagai subjek yang memerlukan Meterai
Tempel. Kami asumsikan yang Anda maksud sebagai subjek yang memerlukan
Meterai Tempel adalah dokumen.
Di dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU 13/1985 telah dijelaskan apa saja dokumen yang dikenakan Bea Meterai, antara lain:
a. Surat
perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau
keadaan yang bersifat perdata;
b. akta-akta notaris termasuk salinannya;
c. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya;
d. Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp1.000.000,-:
1) yang menyebutkan penerimaan uang;
2) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;
3) yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
4) yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
e. surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang harga nominalnya lebih dari Rp1.000.000,-;
f. efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp1.000.000,-.
Selain itu,
surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, serta surat-surat
yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika
digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari
maksud semula, yang ingin digunakan sebagai alat pembuktian di
pengadilan juga dikenakan Bea Meterai (Pasal 2 ayat [3] UU 13/1985).
Oleh karena itu, tidak semua dokumen harus dibubuhi dengan Meterai Tempel karena dokumen
yang dikenakan Bea Meterai adalah sebagaimana yang telah kami sebutkan.
Apalagi jika yang ingin dibubuhi Meterai Tempel adalah dokumen
perusahaan yang jumlahnya sangat banyak. Tentu akan menambah biaya
kepada perusahaan untuk pelunasan Bea Meterai.
Untuk tambahan informasi, saat ini pelunasan Bea Meterai dapat dilakukan melalui aplikasi e-Meterai yang diatur dengan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-66/PJ/2010
Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Membubuhkan
Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital. Penggunaan Meterai digital dilakukan
dengan cara Wajib Pajak memiliki dahulu mesin teraan meterai kemudian
mengajukan permohonan izin kepada Kantor Pelayanan Pajak dan membayar
deposit sebesar Rp15.000.000,- dan kelipatannya dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke Kas Negara melalui Kantor Penerima Pembayaran. Setelah itu, wajib pajak dapat mencetak Tanda Bea Meterai Lunas sesuai tarif Bea Meterai yang dikenakan.
Dasar hukum:
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 Tahun 2002 tentang Pelunasan Bea Meterai dgn Cara Pemeteraian Kemudian
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-66/PJ/2010
Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Membubuhkan
Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai