Instagram

Tuesday, March 5, 2013

Apakah advokat/pengacara boleh menolak klien untuk dibela? Dasar hukumnya apa?

Pada prinsipnya, dalam menjalankan tugas profesinya advokat terikat pada kode etik profesi advokat dan peraturan perundang-undangan. Advokat dapat dikenai tindakan apabila melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, sumpah/janji advokat atau kode etik profesi advokat (lihat pasal 6 huruf e dan huruf f UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat/”UU Advokat”).
Perbuatan menolak klien sendiri merupakan pelanggaran terhadap sumpah/janji advokat yang diatur dalam pasal 4 ayat (2) UU Advokat. Salah satu sumpah/janji yang diucapkan advokat berbunyi:
Bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab profesi saya sebagai seorang advokat.
Namun, di dalam Kode Etik Profesi Advokat (“KEAI”) advokat dibolehkan atau bahkan diwajibkan – dalam kondisi-kondisi tertentu -- untuk menolak perkara atau memberikan bantuan hukum kepada calon klien, atau mengundurkan diri dari pengurusan perkara kliennya. Dalam kaitan ini, KEAI mengatur bahwa:
a.      advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya (lihat pasal 3 huruf a KEAI);
b.      advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya (lihat pasal 4 huruf g KEAI);
c.      advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila di kemudian hari timbul pertentangan-pertentangan antara pihak-pihak yang bersangkutan (lihat pasal 4 huruf j KEAI).
Akan tetapi, KEAI melarang advokat menolak klien dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya (lihat pasal 3 huruf a KEAI). Larangan yang sama juga diatur dalam pasal 18 ayat (1) UU Advokat.
Selain itu, advokat juga tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan (lihat pasal 4 huruf i KEAI).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa advokat diperbolehkan menolak klien apabila terpenuhi syarat dan kondisi-kondisi yang diatur dalam pasal 3 huruf a, pasal 4 huruf g dan huruf j KEAI.
Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1.      Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat
2.      Kode Etik Advokat Indonesia

No comments:

Post a Comment